Laman

Selasa, 15 Mei 2012

Hukum Acara Perdata


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Sesuai dengan kodratnya, manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Pengasih untuk hidup bersama dengan manusia lainnya (bermasyarakat). Dalam hidup bermasyarakat ini mereka saling menjalin hubungan, yang apabila diteliti jumlah dan sifatnya, tidak terhingga banyaknya.
Di dalam kehidupan bermasyarakat tiap-tiap individu atau orang mempunyai kepentingan yang berbeda antara satu dengan lainnya. Adakalanya kepentingan mereka itu saling bertentangan, hal mana dapat menimbulkan suatu sengketa. Untuk menghindarkan gejala tersebut, mereka mencari jalan untuk mengadakan tata tertib yaitu dengan membuat ketentuan atau kaidah hukum, yang harus ditaati oleh setiap anggota masyarakat, agar dapat mempertahankan hidup bermasayarakat. Dalam kaidah hukum yang ditentukan itu, setiap orang diharuskan untuk bertingkah laku sedemikian rupa, sehingga kepentingan anggota masyarakat lainnya akan terjaga dan dilindungi, dan apabila kaidah hukum tersebut dilanggar maka kepada bersangkutan akan diadakan sanksi atau hukuman.[1]
Untuk itu hukum acara akan berperan sebagai mengatur tentang cara bagaimana mempertahankan dan menjalankan peraturan hukum tersebut.
Penjelasan tentang hukum acara perdata akan dijelaskan dalam bab pembahasan.

B.     Rumusan Masalah

a.       Apa  dimaksud dengan hukum acara?
b.      Apa yang dimaksud dengan hukum acara perdata dan apa saja yang ada didalam hukum acara tersebut?














BAB II
PEMBAHASAN

A.      Pengertian Hukum Acara
Hukum Acara atau Hukum Formal adalah peraturan hukum yang mengatur tentang cara bagaimana mempertahankan dan menjalankan peraturan hukum material.
Fungsinya menyelesaikan masalah yang memenuhi norma-norma larangan hukum mateial melalui suatu proses dengan berpedomankan kepada peraturan yang dicantumkan dalam hukum acara. Artinya bahwa hukum acara itu berfungsi kalau ada masalah yang dihadapi individu-individu dan terhadap  masalah itu perlu diselesaikan secara adil untuk memperoleh kebenaran. Tugas hukum acara menjamin ditaatinya norma-norma hukum material oleh setiap individu.[2]

B.       Asas Dan Susunan Peradilan
            Pelaksanaan menyelesaikan masalah yang diatur dalam hukum material dilkukan oleh Hakim dengan berpegang kepada Hukum Acara. Dalam menyelesaikan masalah itu Kehakiman memiliki wewenang yang bebas artinya tidak ada lembaga negara lainnya yang dapat ikut campur tangan dan atau mempengaruhinya Undang-Undang No. 14 Tahun 1970, tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman dalam pasal 1 nya menyatakan bahwa “Kekuasaan Kehakiman adalah Kekuasaan Negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila, demi terselenggaranya negara Hukum Republik Indonesia”.[3]
            Untuk melaksanakan peradilan yang baik dan sesuai dengan bidang permasalahan yang dihadapi individu dalam keinginan memperoleh keadilan dan kebenaran, maka UU No. 14 Tahun 1970 itu menetapkan juga badan peradilan sebagai pelaksana. Ditetapkan secara tegas bahwa ada empat macam peradilan, yaitu:
1.      Peradilan Umum (UU No. 8 Tahun 2004)
2.      Peradilan Agama (UU No. 3 Tahun 2006)
3.      Peradilan Militer (UU No. 31 Tahun 1997)
4.      Peradilan Tata Usaha Negara (UU No. 9 Tahun 2004)
            Peradilan Umum tugasnya mengadili perkara sipil (bukan militer) yang menyangkut mengenai penyimpangan-penyimpangan dari aturan hukum perdata material dan hukum pidana material. Peradilan Agama tugasnya mengadili perkara yang dihadapi oleh orang-orang Islam terutama dalam bidang hukum keluarga. Peradilan Militer tugasnya mengadili perkara yang dilakukan oleh prajurit Indonesia khususnya dalam tindak pidana berdasarkan hukum militer. Peradilan Tata Usaha Negara tugasnya mengadili perkara atas perbuatan melawan hukum oleh pegawai tata usaha negara.[4]
            Bagi peradilan umum yang bertugas melayani kepentingan anggota masyarakat dalam kebutuhannya memperoleh keadilan dan kebenaran, sidang-sidang penyelesaian perkara dilakukan terbuka untuk umum. Dan tingkat menyelesaikan perkara itu ada tiga, yaitu;
1.      Pengadilan Negeri
2.      Pengadilan Tinggi
3.      Mahkamah Agung

C.      Pengertian Hukum Acara Perdata
Hukum Acara perdata juga disebut hukum perdata formal ketentuan-ketentuannya mengatur tentang cara bagaimana mempertahankan dan menjalankan peraturan hukum perdata material. Fungsinya menyelesaikan masalah dalam mempertahankan kebenaran hak individu. Perkara perdata yang diajukan oleh individu untuk memperoleh kebenaran dan keadilan wajib diselesaikan oleh hakim dengan kewajaran sebagai tugasnya.[5]
Sebagai bagian dari hukum acara (formeel recht), maka hukum acara perdata mempunyai ketentuan-ketentuan pokok yang bersifat umum dan dalam penerapannya hukum acara perdata mempunyai fungsi untuk mempertahankan, memelihara dan menegakkan ketentuan-ketentuan hukum perdata materil. Oleh karena itu eksistensi hukum acara perdata sangat penting dalam kelangsungan ketentuan hukum perdata materil.
Adapun beberapa pengertian hukum acara perdata menurut beberapa pakar hukum :
a.        Prof. Dr. Wirjono Prodjodikaro, SH beliau mengemukakan batasan bahwa hukum acara perdata sebagai rangkaian peraturan yang memuat cara bagaimana orang harus bertindak terhadap dan dimuka pengadilan dan cara bagaimana cara pengadilan itu harus bertindak satu sama lain untuk melaksanakan berjalannya peraturan hukum perdata.
b.      Prof. Dr. Sudikno Mertukusumo, SH memberi batasan hukum acara perdata adalah peraturan hukum yang mengatur bagaimana caranya menjamin ditaatinya hukum perdata material dengan perantaraan hakim. Dengan perkataan lain, hukum acara perdata adalah peraturan hukum yang menentukan bagaimana caranya menjamin pelaksanaan hukum perdata material. Lebih kongkrit lagi dapatlah dikatakan bahwa hukum acara perdata mengatur bagaimana caranya mengajukan tuntutan hak, memeriksa serta memutusnya, dan pelaksanaan dari pada putusannya.
c.       Prof. Dr. R. Supomo, SH dengan tanpa memberikan suatu batasan tertentu, tapi melalui visi dan tugas peranan hakim menjelaskan bahwasanya dalam peradilan perdata tugas hakim ialah mempertahankan tata hukum perdata (burgerlijkrechtsorde) menetapkan apa yang ditentukan oleh hukum dalam suatu perkara.
            Berdasarkan pengertian-pengertian yang dikemukakan diatas serta dengan bertitik tolak kepada aspek teoritis dalam praktek peradilan, maka pada asasnya hukum acara perdata adalah :
1.      Peraturan hukum yang mengatur dan menyelenggarakan dan bagaimana proses seseorang mengajukkan perkara perdata kepada hakim/pengadilan. Dalam konteks ini, pengajuan perkara perdata timbul karena adanya orang yang merasa haknya dilanggar orang lain, kemudian dibuatlah surat gugatan sesuai syarat peraturan perundang-undangan.
2.      Peraturan hukum yang menjamin, mengatur dan menyelenggarakan bagaimana proses hakim mengadili perkara perdata. Dalam mengadili perkara perdata, hakim harus mendengar kedua belah pihak berperkara (asas Audi Et Alterm Partem). Disamping itu juga, proses mengadili perkara, hakim juga bertitik tolak kepada peristiwa hukumnya, hukum pembuktian dan alat bukti kedua belah pihak sesuai ketentuan perundang-undangan selaku positif (Ius Constitutum).
3.      Peraturan hukum yang mengatur proses bagaimana caranya hakim memutus perkara perdata.
4.      Peraturan hukum yang mengatur bagaimana tahap dan proses pelaksanaan putusan hakim (Eksekusi).

D.    Sumber-sumber Hukum Acara Perdata
            Dalam praktek peradilan di Indonesia saat ini, sumber-sumber hukum acara perdata terdapat pada berbagai peraturan perundang-undangan.
a.       HIR (Het Herzine Indonesich Reglemen) atau Reglemen Indonesia Baru, Staatblad 1848.
b.      RBg (Reglemen Buitengwesten) Staatblad 1927 No 277.
c.       Rv (Reglemen Hukum Acara Perdata Untuk golongan Eropa) Staatblad 1849 No. 63, namun sekarang ini Rv tidak lagi digunakan karena berisi ketentuan hukum acara perdata khusus bagi golongan Eropa dan bagi mereka yang dipersamakan dengan mereka dimuka (Raad van Justitie dan Residentieg erecht). Tetapi Raad Van Justitie telah dihapus, sehingga Rv tidak berlaku lagi. Akan tetapi dalam praktek peradilan saat ini eksistensi ketentuan dalam Rv oleh Judex Facti (pengadilan negeri dan pengadilan tinggi) serta mahkamah agung RI tetap dipergunakan dan dipertahankan.
d.      Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Kitab Undang-undang Hukum Dagang.
e.       Undang-undang.
1.      UU No. 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman.
2.      UU No. 5 Tahun 2004 Tentang Mahkamah Agung, yang mengatur tentang hukum acara kasasi.
3.      UU No. 8 Tahun 2004 Tentang  Peradilan Umum.
4.      UU No. 3 Tahun 2006 Tentang Peradilan Agama.
5.      UU No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan beserta peraturan pelaksanaannya.
6.      UU No. 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.


E.              Asas-asas Hukum Acara Perdata Indonesia
            Bertitik tolak kepada praktek peradilan Indonesia maka dapatlah disebutkan beberapa asas-asas umum hukum acara perdata Indonesia.
a.       Peradilan yang terbuka untuk umum (Openbaarheid Van Rechtsspraak). Peradilan yang terbuka untuk umum merupakan aspek fundamental dari hukum acara perdata. Sebelum acara disidangkan, maka hakim ketua harus menyatakan bahwa “persidangan terbuka untuk umum” sepanjang undang-undang tidak menentukan lain.
b.      Hakim bersifat pasif (Lijdelijkeheid Van De Rehter). Dalam asas ini terdapat sebuah aturan yang dikenal dengan (Nemo Judex Sine Actore) yang artinya apabila gugatan tidak diajukan oleh para pihak, maka tidak ada hakim yang mengadili perkara bersangkutan.
c.       Mendengar kedua belah pihak.
d.      Pemerikasaan dalam dua instansi

1 komentar: